Doppelganger
Thursday, August 1, 2013 / (0)
(n) : Seseorang yang terlihat sama persis dengan orang tertentu, tapi bukan kembaran. Hantu/makhluk jahat yang meniru identik tubuh seseorang. Terlihat dua orang yang sama tapi pada tempat yang berbeda. (reference : Urban Dictionary & Wikipedia)
~~~
"Biasanya, orang yang melihat Doppelganger akan mati setelah ia didatangi olehnya."
---Sudut pandang orang pertama---

2 April 2010

Hari itu hujan turun dengan lebat. Padahal aku masih harus ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang jatuh tempo hari ini. Kalau tidak dikembalikan sekarang, aku harus membayar denda. Dan dendanya agak mahal.

Nekat karena tidak ingin membayar denda karena persediaan uang sudah mulai menipis, aku berjalan di bawah hujan dengan payung hijau polosku. Berjalan dengan agak cepat dan hati-hati, sampailah aku di halte bus (perjalanan dari tempatnya ke perpustakaan memang agak jauh, dengan naik bus bisa memakan waktu hingga 20 menit).

Aku pun masuk ke dalam bus dan memilih duduk di baris paling belakang dekat jendela. Busnya tidak terlalu penuh karena di siang hari ini (tepatnya jam 12.39 pm), kebanyakan dari mereka masih di tempat kerja atau di sekolah. Di sampingku (dengan jarak 2 kursi kosong), duduk seorang lelaki yang sepertinya seusiaku sedang tidur (atau dia pikir begitu) dengan postur duduk yang tegap.  Aneh. Dia malah terlihat sedang meditasi.

Mengabaikan lelaki aneh itu, aku memalingkan pandanganku ke arah jendela, menikmati pemandangan kota Seoul dengan gedung-gedung pencakar langitnya dan membaca setiap spanduk di sisi jalan yang basah terguyur hujan sambil mendengarkan suara hujan yang berirama.

Lima menit berlalu, aku mulai bosan membaca setiap iklan spanduk yang hanya membuat kepala pusing. Melihat ke samping lagi, kulihat lelaki itu sudah tidak tertidur (?) lagi. Kini ia malah hanya memandang lurus ke depan.
Mungkin ia merasa sedang diperhatikan, ia pun menoleh kearahku. Kaget karena ia tiba-tiba memandangku, mataku membelalak dan badanku seperti di freeze oleh tatapan menusuknya.

Kami saling menatap satu sama lain selama kurang lebih 5 detik. Lalu tiba-tiba matanya melembut dan ia memberikan senyumnya. Bahkan eye smile-nya pun ia tunjukkan.

Lima detik berlalu lagi, aku masih menatapnya yang juga masih tersenyum. Tersadar, aku pun membalas senyumannya, walaupun aku agak memaksakan senyumku.

"L." katanya.

Aku mengerutkan dahiku, tidak mengerti apa yang barusan ia katakan. Haruskah aku menjawab dengan 'M' (karena huruf setelah L adalah M)? Atau 'L' yang dikatakan pemuda ini bermaksud lain?

"Huh?" jawabku bingung. Aku memutuskan untuk menjawabnya dengan itu karena kalau aku jawab dengan huruf  M, dia mungkin akan menertawakanku.

"Namaku L. Kamu?"

Oh. ternyata itu yang dia maksud.

"Oh. Aku Nara," aku tersenyum kecil, "apa L benar-benar namamu atau kamu hanya bercanda?" tanyaku.

"Menurutmu?" dia malah balik bertanya. Aish. Kalau sudah begini aku jadi illfeel duluan.

"Lupakan saja." jawabku ketus.

"Kau tidak perlu tahu." katanya menambahkan. Cih, siapa juga yang mau tahu tentangmu.

Perjalanan ke perpustakaan masih menyisakan waktu kira-kira 10 menit lagi. Untuk memakan waktu, aku mengeluarkan salah satu buku favoritku yang berjudul 'Creatures : Dark and Light' (Nara menyukai buku-buku ber-genre fantasi).

Belum juga aku sampai pada halaman terakhir yang aku beri bookmark, L menyela tiba-tiba, "Apa kau percaya dengan makhluk supernatural?" aku menoleh kearahnya mengerutkan dahi. Orang ini kenapa sih? Perkataannya aneh semua.

"Eung... mungkin ya, mungkin tidak. Mungkin tidak karena aku belum pernah melihatnya dengan mata telanjangku sendiri. Tapi aku suka membaca tentang supernatural karena mereka imajinatif." jawabku.

"Kalau aku bilang aku adalah seorang doppelganger, apakah kamu akan percaya?" tanyanya lagi.

"Tergantung. Aku harus melihat buktinya dengan mataku sendiri," meh, paling-paling dia hanya bercanda. Mana ada yang namanya doppelganger itu ada.

"Kau tahu, katanya, jika kau melihat seorang doppelganger, itu artinya kematianmu sudah dekat."
Huh? Apa dia mencoba menakutiku? Maaf, itu tidak mempan padaku. Aku bukan gadis manja yang takut pada hal-hal sepele (tentu saja karena Nara sudah hidup sendiri sejak 3 tahun lalu).

"Dan kau tahu, aku sama sekali tidak takut dengan apa yang dikatakan kamu barusan. Lagian, sudah kubilang kalau aku tidak melihat dengan mataku sendiri aku tidak akan percaya." kataku ngotot. Lelaki ini benar-benar menjengkelkan.

L tertawa kecil, "salah satu ciri seorang doppelganger adalah mata mereka bisa berubah dari mata normal mereka ke putih tanpa iris."

Kali ini aku tidak menanggapi kata-kata aneh yang keluar dari mulut L. Sudah cukup aku mendengar tentang doppelganger hari ini.
~~~
Akhirnya bus sampai halte pemberhentianku. Segera aku berjalan dan turun dari bus. Dan ternyata L juga ikut turun dari bus. Aku menghela nafas, hujan masih belum reda.

Kubuka payung hijau polosku dan memegangnya erat dengan tangan kiri dan tangan kananku menjinjing tasku. Perpustakaan ada di blok E. Aku hanya perlu menyeberang dan berjalan dua blok untuk sampai ke perpustakaan.

Aku berdiri di tepi jalan menunggu lampu jalan berubah hijau untuk pejalan kaki. Setelah menunggu 10 detik (Nara sangat perhitungan dalam hal apapun), akhirnya lampu berubah menjadi hijau. Dengan langkah terburu-buru, aku pun menyebrang jalan. Setelah sampai di seberang jalan, aku langsung melaju ke perpustakaan.
~~~
Akhirnya buku yang kupinjam sudah kukembalikan. Lega. Aku pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumah, karena hari sudah menunjukkan pukul 02.29. Masih ada beberapa hal yang harus aku kerjakan di apartmentku.

Di luar hujan sudah reda, walaupun masih rintik-rintik kecil. Setelah melipat payungku dan memasukkannya ke dalam tas, aku mulai berjalan melewati jalan yang tadi aku lewati. Entah kenapa, perasaanku sangat tidak enak, seperti sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Tapi aku mencoba untuk optimistik, dan melupakan perasaan tidak enak itu.

Hanya tinggal beberapa meter lagi sampai di halte bus, ponselku berdering. Mengeceknya, ternyata adikku, Luna, menelepon. Segera aku mengangkat panggilannya sambil terus berjalan.

"Halo Luna? Ada apa?" tanyaku.

"Kakak!--dfseuifhauignrhmceyrghbwqurhmgu..." Luna hanya baru mengatakan satu kata, tapi suara berisik, mengganggu, dan tidak jelas menghalangi suara Luna.

"Luna? Halo?" tanyaku lagi.

"Zdfjirfidfnskaoiwejacnm--dia--seseorang--sndejfnwoeinfc," terdengar lagi suara berisik itu. Sebenarnya Luna sedang ada dimana sih? Suara disekitarnya mengganggu sekali. Atau dia hanya sedang mengerjaiku? Kalau benar begitu, awas saja.

"Apa?" tanyaku untuk yang ketiga kalinya. Aku bersumpah tadi ditengah-tengah suara berisik itu, Luna mengatakan sesuatu, hanya saja aku tidak menangkapnya. Aku terus berjalan.

"Luna? Kalau kau hanya mengerjaiku, lebih baik aku tutup teleponmu." kataku dengan nada marah. Aku baru akan menutup telepon ketika seseorang--bukan Luna--menyebut namaku (itu suara laki-laki).

"Nara," kata suara dalam telepon. Aku mengerutkan dahi, entah kenapa, aku merasa seperti pernah mendengar suara itu. Aku terus berjalan.

Ternyata, sembari aku menerima telepon dan berjalan ke halte bus seberang jalan, aku sudah sampai di salah satu ruas jalan, tidak menyadari bahwa aku tidak menengok kanan-kiri sebelum menyeberang.

"TIIIIINN! TIIIIIIINN! TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNNN!" tiba-tiba terdengar suara klakson kendaraan yang sangat kencang dan berat. Menengok ke samping, terlihat truk besar yang sedang melaju kencang ke arahku. Seketika badanku kaku, semua warna ditubuhku pudar, tergantikan oleh putih pucat, mataku membelalak. Aku ingin teriak, tapi tenggorokanku seperti tersumbat sampai aku tidak bisa bersuara. Pikiranku mengatakan untuk lari, tapi badanku terlalu kaku untuk melakukan perintah itu. Alhasil, aku hanya berdiri diam di tempat, ponselku masih menempel di telinga kiriku.

Pada detik-detik terakhir sebelum truk itu menabrakku, suara laki-laki di telepon mengatakan, "Selamat tinggal," dan aku melihat L dengan mata putih tanpa iris di ujung penglihatanku, dia sedang berdiri di sisi jalan dengan seringainya yang licik. Ternyata doppelganger benar-benar ada. Aku percaya, karena aku sudah melihatnya dengan mataku sendiri.

BRAAAAAAAAKK!!!
Semua terjadi begitu cepat. Tubuhku terhempas, tetapi aku tidak merasa sakit dimanapun. Malahan, aku merasa seperti tubuhku terbang seperti daun kering yang jatuh ditiup angin. Begitu ringan. Mungkin ini rasanya mati. Kalau tahu begini rasanya, mungkin aku sudah bunuh diri sejak dulu (Nara pernah mengalami depresi).

Dan inilah aku, terbaring di jalan dengan kondisi yang bagi orang lain mengenaskan (karena Nara tidak merasa dirinya mengenaskan). Kepala dan sekujur tubuhku terluka, darah mengalir terus-menerus hingga menjadi genangan yang berwarna merah dan berbau seng tercampur dengan air hujan yang mulai turun dengan deras lagi.

Kepalaku terasa pusing yang amat sangat, tapi tetap aku tidak merasa sakit. Malah, aku mulai mengantuk. Aku tahu kantuk ini bukan kantuk biasa. Seperti dengan tertidur, aku tidak akan pernah terbangun lagi.
Pandangan sekitarku mulai buram, dan perlahan, bintik-bintik hitam memenuhi pandanganku. Aku pun memejamkan mata, dan tertidur, menghembuskan napas terakhirku. Lalu semuanya gelap.

---Sudut pandang orang ketiga---

Di sisi jalan, doppelganger L masih menyeringai. Lalu doppelganger itu mulai menghilang, dan musnah seutuhnya.

----------END

Words count : 1.304
Started : 2013/07/26
Ended : 2013/07/31

Labels: , ,


Copyright © 2014, ALYSH. All right reserved.